Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan".
Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari peristiwa di bumi dapat dikaji dari sumber penyebabnya. Ada dua sumber penyebab yang berkaitan dengan asal usulnya, yakni adanya gaya endogen dan gaya eksogen.
Gaya endogen adalah gaya yang berasal dari dalam bumi itu sendiri. Misalnya : gejala gempa bumi, erupsi gunung berapi, tanah longsor, tsunami di lautan, tanah dan batuan yang retak, lapisan tanah terbelah dan sebagainya. Dalam upaya menanggapi gejala alam di bumi kita ini para ilmuwan berpendapat bahwa bumi kita tidak statis, bersifat dinamis sejalan hukum kesimbangan alam. Setiap gejala bumi akan selalu berupaya untuk mendapatkan keseimbangan baru yang lebih baik. Misalnya di satu sisi bencana alam berupa gempa bumi memberikan peluang hancurnya sarana prasarana penduduk, terdapat kerugian harta benda dan pengorbanan nyawa bagi yang mengalaminya. Namun sisi yang lain akan terdapat perubahan struktur dan susunan lapisan bumi. Lapisan bagian bawah dapat terangkat ke atas dan lapisan atas berpindah ke bawah dan sebagainya. Gejala ini dalam jangka panjang akan berguna bagi manusia.
Gejala lain di permukaan bumi, misalnya pada saat erupsi gunung tampak dalam bentuk munculnya asap tebal dari gundukan tanah (gubung).
Gaya eksogen adalah gaya yang berasal dari luar bumi yang dapat mengubah keadaan di permukaan bumi.
Misalnya: terjadinya erosi karena banjir, angin puting beliung, sedimentasi, gejala akibat perbahan iklim/ciaca, pelapukan dan sebagainya. Pembahasan gejala yang terjadi di bumi pada bagian ini lebih ditekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan berbagai benca alam yang terjadi di bumi.
Bencana alam merupakan rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gaya endogen dan gaya eksogen yang mungkin terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan yang dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan di muka bumi. Akibat gaya endogen yang dapat menyebabkan bencana alam geologis. Munculnya perubahan cuaca mendadak yang dapat mengakibatkan bencana alam klimatologis. Gejala runtuh atau matinya benda angkasa dan jatuh ke permukaan bumi mengakibatkan bencana alam ekstra terestial. Hal lain yang berkaitan dengan bencana yang disebabkan oleh ulah atau tindakan manusia yang mengakibatkan bencana alam erosi air atau angin yang merusak lingkungan hidup. Kerusakan di muka bumi ini berkaitan dengan perubahan yang mengarah pada kerugian baik, kematian, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan sebagainya.
Bencana alam dapat terjadi secara perlahan-lahan atau tiba-tiba. Bencana alam yang umumnya terjadi secara tiba-tiba antara lain gempa,
termasuk gempa tektonik, vulkanis dan robohan, tsunami, banjir bandang, badai tropis dan letusan gunung berapi serta tanah lingsor. Bencana bencana tersebut sulit diantisipasi terjadinya, karena di Indonesia pada umumnya bersifat tiba-tiba dan sulit sekali diramalkan sebelumnya.
A. Tsunami
Bencana alam gelombang pelabuhan mula-mula dikenal di Jepang, sehingga istilah ini berasal dari penghuni di pantai daratan Jepang. Istilah tsunami berasal dari bagian frase kata tsu yang diartikan pelabuhan. Nami artinya gelombang. Jadi tsunami berarti pasang laut yang besar yang terjadi di pantai atau di pelabuhan. Secara lengkap dedeskripsikan sebagai gelombang laut periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan spontan pada medium laut.
Penyebab tsunami antara lain gempa bumi yang besar yang sumber gempanya ada di lautan, erupsi vulkanik atau longsoran atau patahan di lautan.
B. Gempa Bumi
Bencana gempa bumi dapat melanda berbagai tempat, perkantoran, pemukiman penduduk, daerah industri, daerah pesisir dan daerah rawa rawa serta daerah-daerah lainnya. Gempa bumi umumnya terjadi akibat pergerakan batuan kerak bumi di sepanjang daerah patahan. Akibat pergerakan patahan dan pergerakan lempengan kerak bumi ini dapat menimbulkan energi. Jika enegi yang telah terkumpul dalam kerak bumi melampaui batas kekutanannya terjadilah pelepasan energi secara tiba-tiba. Gejala semacam ini akan menghasilkan gerakan kerak bumi yang disebut gempa bumi.
Gempa yang dihasilkan oleh peristiwa semacam inilah yang dinamai gempa tektonik. Bergetarnya bumi yang disebabkan oleh gelombang pada bagian atas dan bagian bawah pemukaan bumi dapat menyeabkan keretakan permukaan, goncangan, dan bila terjadi di tengah laut sering dapat menghasilkan gejala tsunami, gempa bumi serta tanah longsor.
Gempa bumi mengakibatkan susunan batuan bergeser satu dengan yang lainnya. Lewat celah-celah yang ada dalam lapisan bumi ini magma dapat mengalir ke permukaan bumi higga terjadilah gejala erupsi.
Gambaran tentang gerakan gempa dapat dilukiskan dalam bentuk perambatan gelombang yang merambat ke segala arah. Pada daerah tertentu yang memiliki lapisan berbeda massa jenisnya akan memberikan arah reaksi yang berbeda.
Badan Meteorologi dan Geofisika dapat memperkirakan terjadinya gempa bumi, namun saat yang tepat terjadinya gempa bumi tidak dapat ditetapkan atau diramalkan sebelumnya. Peramalan didasarkan pada pada pemonitoran aktivitas seismik, pengamatan dan sejarah terjadinya gempabumi di Indonesia dan kawasan sekitarnya.
Selain gempa tektonik, dikenal juga gempa yang bersumber dari aktivitas gunung berapi. Gempa yang bersumber dari aktivitas gunung berapi disebut gempa vulkanik. Jenis gempa lain yang lebih kecil getarananya dan lebih kecil kekuatan dibandingkan dengan gempa vulkanik dan tektonik disebut gempa robohan. Gempa ini terjadi di daerah pegunungkan kapur akibat pergerakan dan pergeseran lapisan batu kapur. Gerakan dan pergeseran ini menghasilkan robohan permukaan batu kapur. Gejala ini disebut gempa robohan.
C. Bencana Gunung Berapi
Gunung berapi jika meletus, dapat mengeluarkan magma yang di dalamnya banyak terlarut gas-gas. Magma yang keluar dari gunung berapi tersebut melalui lubang vulkanik. Di samping itu jika kekuatan aliran cukup kuat dan melampaui puncak lubang vulkanik, maka magma dapat mengalir cukup jauh di permukaan tanah. Magma yang mengalir di atas permukaan tanah inilah yang disebut lava. Lava berisi bermacam-macam materi dan partikel yang disebut tephra. Di samping magma, gunung api yang meletus juga mengeluarkan debu dan panas.
Kerusakan yang timbul akibat letusan gunung api dapat berasal dari lava yang mengalir, gelombang panas dan debu. Gelombang panas ini lah yang sering menghasilkan awan panas. Awan panas di lereng merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta disebut wedhus gembel (bahasa jawa yang artinya domba, karena awan panas yang muncul mirip bentuknya dengan bulu domba).
Dalam letusan gunung berapi, di samping lava yang mengalir ikut serta pula puing-puing kerusakan yang dilewati lava yang mengalir dari puncak gunung tersebut.
D. Bencana Badai Atau Angin Topan
Kondisi geografis wilayah pesisir pantai dan pulau kecil di Indonesia
cukup rentan terhadap bencana badai atau angin topan. Angin topan dapat mencapai kecepatan 200 km/jam dengan tekanan sampai 200 kg/m2 mampu merobohkan bangunan rumah dan pepohonan. Beberapa kasus angin topan yang terjadi saat pergantian musim, atau angin puting beliung di Bengkulu, angin Bohorok di Sumatera Utara, angin Gending dan Cleret tahun di Jawa Timur dan Lesus di Jawa Tengah dan sebagainya merupakan contoh bencana badai atau angin topan.
Kerusakan yang sering menyertai munculnya bencana badai antara lain banyaknya bangunan perumahan yang roboh, pohon-pohon tumbang, debu berterbangan yang menganggu kesehatan mata, serta kerusakan lain yang menyertainya. Bencana semacam ini hampi terjadi setiap tahun saat pergantian musim.
E. Peristiwa Di Bumi Yang Berkaitan Dengan Gejala Erosi
Berbeda dengan manusia primitif, yang menghubungkan berbagai bencana tersebut dikaitkan dengan tahayul, dan gejala mistis, maka saintis memandang gejala alam yang berupa bencana sebagai bagian dari upaya bumi untuk mendapatkan keseimbangannya. Misalnya gempa bumi yang terjadi ada hubungannya dengan pengubahan struktur lapisan bumi. Hal ini didasarkan pada teori bahwa saat terjadi gempa bumi terjadi pelepasan energi yang luar biasa besarnya. Pelepasan energi yang besar ini dirasakan sebagai goncangan yang hebat yang mampu merobahkan bangunan rumah, saran dan prasarana lainnya. Di balik peristiwa tersebut yang patut menjadi perhatian adalah apakah kita mampu untuk mengatasi dan mencari pemecahan terbaik dalam menghadapi gejala yang sama di kemudian hari.
Sebagai gambaran, masyarakat Jepang yang sudah terbiasa menghadapi gejala gempa bumi, menganggap bahwa gejala tersebut dapat diatasi dengan teknologi. Pandangan inilah yang mendorong kemajuan di bidang teknologi bagi masyarakat Jepang.
Berbagai bencana di atas sebagian besar disebabkan oleh gaya yang berasal dari dalam bumi. Di sini peran gaya endogin dalam merusak sarana prasarana sangat besar, sehingga manusia berusaha mensiasati dalam perencanaan sarana dan prasarana dengan mempertimbangkan gejala yang penah dialaminya. Sebaliknya terdapat pula gejala yang disebabkan oleh gaya eksogen atau gaya yang berasal dari luar bumi, misalnya erosi, pengendapan, gejala pasang-surut lautan dan sebagainya.
Terkait dengan bencana tersebut Cuvier (1830) mengungkapkan teori yang disebut Catastropic Theory yakni teori tentang bencana alam secara rasional. Ia menyatakan bahwa gejala alam yang muncul dengan tiba-tiba akan menghasilkan bencana. Lyell (1930) dengan menggunakan pandangan Hieton menyatakan bahwa peristiwia yang terjadi sekarang atau produk gejala yang terjadi di bumi sekarang dapat dimanfaatkan untuk menerangkan peristiwa masa lalu. Dengan demikian masa sekarang sebagai kunci masa lalu. Pernyataan di atas memberikan wacana bahwa dengan adanya bencana alam, maka daerah yang banyak muncul gempa bumi perlu ada pengawasan yang cermat. Tujuannya adalah agar dapat memberikan informasi yang benar dan akurat dalam rangka menghadapi dan mengantisipasi bencana-bencana tersebut.
F. Bencana Tanah Longsor
Gejala tanah longsor merupakan pergerakan tanah dari daerah yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Longsoran yang berupa gerakan tanah ini disertai dengan campuran batu, kerikil dengan sejumlah massa tanah umumnya bergerak dari lereng gunung, atau pegunungan yang tanhanya labil jika terkena air hujan. Penyebab terjadinya gejala tanah longsor terutama karena peristiwa alam. Misalnya hujan yang deras pada daerah yang kondisi topografinya miring kondisi geologinya labil. Kondisi ini menjadi lebih parah manakala dipicu oleh perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, menebangi pohon pelindung tanah di bukit atau puncak gunung atau pegunungan, membangun rumah di lereng pegunungna yang tanahnya labil, dan melakukan penimbunan material di lereng atau tebing. Perilaku yang demikian ini dapat menyebabkan kemampuan tanah menyerap air berkurang, tanah tebal menjadi lembek.
Dengan kondisi tanah yang tebal dan lembek, batu-batuan yang kurang kuat, maka dengan adanya hujan yang deras dapat menyebabkan getaran yang berakibat tanah longsor.
Upaya mengatasi yang perlu dilakukan dalam rangka konservasi lahan dan menangani tanah yang gersang antara lain dengan menanam kembali tanah yang rusak. Kerusakan tanah akibat eksplorasi mineral yang tidak memperhatikan lingkungan dapat dihijaukan dengan tanaman tanaman penahan angin dan menutup lahan yang gundul. Tujuannya adalah menghindarkan terjadinya erosi karena air maupun erosi angin.
G. Bencana Kekeringan
Musim kemarau yang panjang, yang dapat terjadi sepanjang tahun, atau dalam waktu tak menentu akan mengakibatkan bencana alam kekeringan. Dalam hal demikian ketersediaan air bagi hidup dan kehidupan sulit diperoleh. Di samping itu berbagai tingkah laku manusia yang mengekploitasi air secara berlebihan dapat menyebabkan bencana alam kekeringan menjadi semakin parah. Jadi bencana alam kekeringan ini dapat didefinisikan sebagai ketersediaan air tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup dan kehidupan.
Kekeringan yang disebabkan oleh berkurangnya curah hujan disebut kekeringan meteorologis, sedangkan kekeringan yang disebabkan oleh berkurangnya sumber daya air disebut kekeringan hidrologis.
H. Erosi
Erosi banyak disebabkan oleh aliran air, aliran angin dan cara mengelola lahan yang kurang tepat. Di Indonesia, erosi banyak terjadi di daerah pantai, di pegunungan dan daerah lain yang pada umumnya permukakan tanahnya memiliki kemiringan. Erosi karena air dan angin ada hubungannya dengan kejadian bencana banjir, sehingga erosi merupakan fungsi dari iklim, tanah, topofrafi, vegetasi dan manusia. Erosi kaitannya dengan iklim berkaitan erat dengan perubahan musim. Di Indonesia yang mengeanl musim kemarau dan hujan, akan memberikan peluang perubahan cuaca yang berubah setiap setengah tahunan. Masalah banjir berkait erat dengan musim. Banjir yang terjadi di berbagai daerah umumnya terjadi pada musim penghujan. Curah hujan yang banyak mengakibatkan air tak dapat ditampung dan akan masuk ke sungai. Dengan ulah manusia membuang sampah sembarangan, mengakibatkan saluran tak dapat berfungsi dengan baik sehingga airnya meluap ke berbagai tempat, muncullah banjir. Aliran air ini akan membawa partikel atau lapisan tanah dari hulu ke hilir, dan pada hilir sungai muncullah lapis-lapisan material, tanah yang baru.
Erosi dalam hubungannya dengan tanah, dapat dijelaskan bahwa ikatan tanah di permukaan tidak terlalu kuat untuk bertahan, maka lapisan tanah paling atas mudah dibawa oleh aliran air atau aliran angin. Akibatnya partikel penyusun tanah pada lapisan paling atas merupakan lapisan yang terbawa oleh aliran angin maupun aliran air. Daerah terbuka mengakibatkan ikatan tanah kurang kuat akibatnya bila sewaktu-waktu terjadi aliran angin atau aliran air maka lapisan tersebut terbawa ke hilir. Kejadian ini berlangsung secara berulang sehingga di bagian hilir akan terbentuk lapisan tanah yang selalu tumbuh dari waktu ke waktu.
Kejadian inilah yang menimbulkan gejala vegetasi. Kemiringan tanah bergantung pada kondisi topografi di tempat itu. Dengan partikel di permukaan tanah yang tak terikat dengan kuat, maka begitu ada aliran angin atau aliran air memungkinkan lapisan tersebut mengalami erosi.
Keadaan topografi yang miring memungkinkan mudahnya terjadi erosi. Hal lain yang menyebabkan erosi adalah ulah manusia. Kebiasaan membuang sampah sembarangan, mengekploitasi sumber daya alam yang tak memperdulikan lingkungan akan banyak mengakibatkan terjadinya erosi.
Dalam upaya mengatasi erosi ini antara lain, dilakukan dengan melindungi daerah terbuka dengan menanam tanaman pada setiap jengkal tanah yang kosong. Tujuannya agar tanah dapat diikat kuat oleh tanaman, sehingga sewaktu hujan tidak mengalami erosi yang berlebihan. Upaya yang lain adalah mengurangi kemiringan tanah, agar laju aliran air dapat dihambat. Mengurangi kemiringan dapat dilakukan dengan membuat terasteras dengan tanaman sehingga ikatan tanah menjadi lebih kuat sehingga tak mudah tererosi oleh air maupun angin.
Pendidikan lingkungan bagi warga masyarakat perlu digalakkan. Lewat pendidikan lingkungan yang benar, maka ekosistem menjadi terjamin kelestariannya, sehingga penghuni alam semesta menjadi tenang.
I. Bencana Banjir
Banjir pada umumnya disebabkan oleh keadaan alam, cuaca dan ulah manusia. Pada saat pergantian bulan laut dapat mengalami gejala pasang. Apabila permukaan pantai rendah memungkinkan air laut ke darat. Apabila air pasang dapat dikendalikan maka dapat bermanfaat bagi manusia, namun bila tak dapat dikendalikan akan memunculkan banjir di daratan di musim kemarau. Pemecahan masalah teknis akan melibatkan penataan lingkungan dan penataan mental manusia. Banjir terjadi di musim penghujan. Apabila curah hujan tinggi, dapat mengakibatkan air tak tertampung di saluran irigasi. Di sampng itu banjir juga dapat terjadi akibat munculnya gejala pasang naik air laut yang secara tak langsung dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir di daratan. Pertumbuhan hunian di sepanjang daerah aliran sungai yang tak terkendali juga dapat menjadi penyebab daerah resapan menjadi berkurang. Kebiasan membuang sampah di saluran air dapat menyebabkan daya dukung saluran air berkurang sehingga sewaktu hujan muncul banjir. eklamasi pantai dan rawa-rawa yang terjadi di kota besar akan berakibat hilangnya daerah pantai dan rawa sebagai daerah penampung air. Akibatnya aliran air menjadi tak terkendali sehingga muncul banjir. Demikianlah banjir juga menjadi penyumbang terbesar bagi gejala erosi, sehingga perlu penanganan yang sebaik baiknya.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari peristiwa di bumi dapat dikaji dari sumber penyebabnya. Ada dua sumber penyebab yang berkaitan dengan asal usulnya, yakni adanya gaya endogen dan gaya eksogen.
Gaya endogen adalah gaya yang berasal dari dalam bumi itu sendiri. Misalnya : gejala gempa bumi, erupsi gunung berapi, tanah longsor, tsunami di lautan, tanah dan batuan yang retak, lapisan tanah terbelah dan sebagainya. Dalam upaya menanggapi gejala alam di bumi kita ini para ilmuwan berpendapat bahwa bumi kita tidak statis, bersifat dinamis sejalan hukum kesimbangan alam. Setiap gejala bumi akan selalu berupaya untuk mendapatkan keseimbangan baru yang lebih baik. Misalnya di satu sisi bencana alam berupa gempa bumi memberikan peluang hancurnya sarana prasarana penduduk, terdapat kerugian harta benda dan pengorbanan nyawa bagi yang mengalaminya. Namun sisi yang lain akan terdapat perubahan struktur dan susunan lapisan bumi. Lapisan bagian bawah dapat terangkat ke atas dan lapisan atas berpindah ke bawah dan sebagainya. Gejala ini dalam jangka panjang akan berguna bagi manusia.
Gejala lain di permukaan bumi, misalnya pada saat erupsi gunung tampak dalam bentuk munculnya asap tebal dari gundukan tanah (gubung).
Gaya eksogen adalah gaya yang berasal dari luar bumi yang dapat mengubah keadaan di permukaan bumi.
Misalnya: terjadinya erosi karena banjir, angin puting beliung, sedimentasi, gejala akibat perbahan iklim/ciaca, pelapukan dan sebagainya. Pembahasan gejala yang terjadi di bumi pada bagian ini lebih ditekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan berbagai benca alam yang terjadi di bumi.
Bencana alam merupakan rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gaya endogen dan gaya eksogen yang mungkin terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan yang dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan di muka bumi. Akibat gaya endogen yang dapat menyebabkan bencana alam geologis. Munculnya perubahan cuaca mendadak yang dapat mengakibatkan bencana alam klimatologis. Gejala runtuh atau matinya benda angkasa dan jatuh ke permukaan bumi mengakibatkan bencana alam ekstra terestial. Hal lain yang berkaitan dengan bencana yang disebabkan oleh ulah atau tindakan manusia yang mengakibatkan bencana alam erosi air atau angin yang merusak lingkungan hidup. Kerusakan di muka bumi ini berkaitan dengan perubahan yang mengarah pada kerugian baik, kematian, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan sebagainya.
Bencana alam dapat terjadi secara perlahan-lahan atau tiba-tiba. Bencana alam yang umumnya terjadi secara tiba-tiba antara lain gempa,
termasuk gempa tektonik, vulkanis dan robohan, tsunami, banjir bandang, badai tropis dan letusan gunung berapi serta tanah lingsor. Bencana bencana tersebut sulit diantisipasi terjadinya, karena di Indonesia pada umumnya bersifat tiba-tiba dan sulit sekali diramalkan sebelumnya.
A. Tsunami
Bencana alam gelombang pelabuhan mula-mula dikenal di Jepang, sehingga istilah ini berasal dari penghuni di pantai daratan Jepang. Istilah tsunami berasal dari bagian frase kata tsu yang diartikan pelabuhan. Nami artinya gelombang. Jadi tsunami berarti pasang laut yang besar yang terjadi di pantai atau di pelabuhan. Secara lengkap dedeskripsikan sebagai gelombang laut periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan spontan pada medium laut.
Penyebab tsunami antara lain gempa bumi yang besar yang sumber gempanya ada di lautan, erupsi vulkanik atau longsoran atau patahan di lautan.
B. Gempa Bumi
Bencana gempa bumi dapat melanda berbagai tempat, perkantoran, pemukiman penduduk, daerah industri, daerah pesisir dan daerah rawa rawa serta daerah-daerah lainnya. Gempa bumi umumnya terjadi akibat pergerakan batuan kerak bumi di sepanjang daerah patahan. Akibat pergerakan patahan dan pergerakan lempengan kerak bumi ini dapat menimbulkan energi. Jika enegi yang telah terkumpul dalam kerak bumi melampaui batas kekutanannya terjadilah pelepasan energi secara tiba-tiba. Gejala semacam ini akan menghasilkan gerakan kerak bumi yang disebut gempa bumi.
Gempa yang dihasilkan oleh peristiwa semacam inilah yang dinamai gempa tektonik. Bergetarnya bumi yang disebabkan oleh gelombang pada bagian atas dan bagian bawah pemukaan bumi dapat menyeabkan keretakan permukaan, goncangan, dan bila terjadi di tengah laut sering dapat menghasilkan gejala tsunami, gempa bumi serta tanah longsor.
Gempa bumi mengakibatkan susunan batuan bergeser satu dengan yang lainnya. Lewat celah-celah yang ada dalam lapisan bumi ini magma dapat mengalir ke permukaan bumi higga terjadilah gejala erupsi.
Gambaran tentang gerakan gempa dapat dilukiskan dalam bentuk perambatan gelombang yang merambat ke segala arah. Pada daerah tertentu yang memiliki lapisan berbeda massa jenisnya akan memberikan arah reaksi yang berbeda.
Badan Meteorologi dan Geofisika dapat memperkirakan terjadinya gempa bumi, namun saat yang tepat terjadinya gempa bumi tidak dapat ditetapkan atau diramalkan sebelumnya. Peramalan didasarkan pada pada pemonitoran aktivitas seismik, pengamatan dan sejarah terjadinya gempabumi di Indonesia dan kawasan sekitarnya.
Selain gempa tektonik, dikenal juga gempa yang bersumber dari aktivitas gunung berapi. Gempa yang bersumber dari aktivitas gunung berapi disebut gempa vulkanik. Jenis gempa lain yang lebih kecil getarananya dan lebih kecil kekuatan dibandingkan dengan gempa vulkanik dan tektonik disebut gempa robohan. Gempa ini terjadi di daerah pegunungkan kapur akibat pergerakan dan pergeseran lapisan batu kapur. Gerakan dan pergeseran ini menghasilkan robohan permukaan batu kapur. Gejala ini disebut gempa robohan.
C. Bencana Gunung Berapi
Gunung berapi jika meletus, dapat mengeluarkan magma yang di dalamnya banyak terlarut gas-gas. Magma yang keluar dari gunung berapi tersebut melalui lubang vulkanik. Di samping itu jika kekuatan aliran cukup kuat dan melampaui puncak lubang vulkanik, maka magma dapat mengalir cukup jauh di permukaan tanah. Magma yang mengalir di atas permukaan tanah inilah yang disebut lava. Lava berisi bermacam-macam materi dan partikel yang disebut tephra. Di samping magma, gunung api yang meletus juga mengeluarkan debu dan panas.
Kerusakan yang timbul akibat letusan gunung api dapat berasal dari lava yang mengalir, gelombang panas dan debu. Gelombang panas ini lah yang sering menghasilkan awan panas. Awan panas di lereng merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta disebut wedhus gembel (bahasa jawa yang artinya domba, karena awan panas yang muncul mirip bentuknya dengan bulu domba).
Dalam letusan gunung berapi, di samping lava yang mengalir ikut serta pula puing-puing kerusakan yang dilewati lava yang mengalir dari puncak gunung tersebut.
D. Bencana Badai Atau Angin Topan
Kondisi geografis wilayah pesisir pantai dan pulau kecil di Indonesia
cukup rentan terhadap bencana badai atau angin topan. Angin topan dapat mencapai kecepatan 200 km/jam dengan tekanan sampai 200 kg/m2 mampu merobohkan bangunan rumah dan pepohonan. Beberapa kasus angin topan yang terjadi saat pergantian musim, atau angin puting beliung di Bengkulu, angin Bohorok di Sumatera Utara, angin Gending dan Cleret tahun di Jawa Timur dan Lesus di Jawa Tengah dan sebagainya merupakan contoh bencana badai atau angin topan.
Kerusakan yang sering menyertai munculnya bencana badai antara lain banyaknya bangunan perumahan yang roboh, pohon-pohon tumbang, debu berterbangan yang menganggu kesehatan mata, serta kerusakan lain yang menyertainya. Bencana semacam ini hampi terjadi setiap tahun saat pergantian musim.
E. Peristiwa Di Bumi Yang Berkaitan Dengan Gejala Erosi
Berbeda dengan manusia primitif, yang menghubungkan berbagai bencana tersebut dikaitkan dengan tahayul, dan gejala mistis, maka saintis memandang gejala alam yang berupa bencana sebagai bagian dari upaya bumi untuk mendapatkan keseimbangannya. Misalnya gempa bumi yang terjadi ada hubungannya dengan pengubahan struktur lapisan bumi. Hal ini didasarkan pada teori bahwa saat terjadi gempa bumi terjadi pelepasan energi yang luar biasa besarnya. Pelepasan energi yang besar ini dirasakan sebagai goncangan yang hebat yang mampu merobahkan bangunan rumah, saran dan prasarana lainnya. Di balik peristiwa tersebut yang patut menjadi perhatian adalah apakah kita mampu untuk mengatasi dan mencari pemecahan terbaik dalam menghadapi gejala yang sama di kemudian hari.
Sebagai gambaran, masyarakat Jepang yang sudah terbiasa menghadapi gejala gempa bumi, menganggap bahwa gejala tersebut dapat diatasi dengan teknologi. Pandangan inilah yang mendorong kemajuan di bidang teknologi bagi masyarakat Jepang.
Berbagai bencana di atas sebagian besar disebabkan oleh gaya yang berasal dari dalam bumi. Di sini peran gaya endogin dalam merusak sarana prasarana sangat besar, sehingga manusia berusaha mensiasati dalam perencanaan sarana dan prasarana dengan mempertimbangkan gejala yang penah dialaminya. Sebaliknya terdapat pula gejala yang disebabkan oleh gaya eksogen atau gaya yang berasal dari luar bumi, misalnya erosi, pengendapan, gejala pasang-surut lautan dan sebagainya.
Terkait dengan bencana tersebut Cuvier (1830) mengungkapkan teori yang disebut Catastropic Theory yakni teori tentang bencana alam secara rasional. Ia menyatakan bahwa gejala alam yang muncul dengan tiba-tiba akan menghasilkan bencana. Lyell (1930) dengan menggunakan pandangan Hieton menyatakan bahwa peristiwia yang terjadi sekarang atau produk gejala yang terjadi di bumi sekarang dapat dimanfaatkan untuk menerangkan peristiwa masa lalu. Dengan demikian masa sekarang sebagai kunci masa lalu. Pernyataan di atas memberikan wacana bahwa dengan adanya bencana alam, maka daerah yang banyak muncul gempa bumi perlu ada pengawasan yang cermat. Tujuannya adalah agar dapat memberikan informasi yang benar dan akurat dalam rangka menghadapi dan mengantisipasi bencana-bencana tersebut.
F. Bencana Tanah Longsor
Gejala tanah longsor merupakan pergerakan tanah dari daerah yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Longsoran yang berupa gerakan tanah ini disertai dengan campuran batu, kerikil dengan sejumlah massa tanah umumnya bergerak dari lereng gunung, atau pegunungan yang tanhanya labil jika terkena air hujan. Penyebab terjadinya gejala tanah longsor terutama karena peristiwa alam. Misalnya hujan yang deras pada daerah yang kondisi topografinya miring kondisi geologinya labil. Kondisi ini menjadi lebih parah manakala dipicu oleh perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, menebangi pohon pelindung tanah di bukit atau puncak gunung atau pegunungan, membangun rumah di lereng pegunungna yang tanahnya labil, dan melakukan penimbunan material di lereng atau tebing. Perilaku yang demikian ini dapat menyebabkan kemampuan tanah menyerap air berkurang, tanah tebal menjadi lembek.
Dengan kondisi tanah yang tebal dan lembek, batu-batuan yang kurang kuat, maka dengan adanya hujan yang deras dapat menyebabkan getaran yang berakibat tanah longsor.
Upaya mengatasi yang perlu dilakukan dalam rangka konservasi lahan dan menangani tanah yang gersang antara lain dengan menanam kembali tanah yang rusak. Kerusakan tanah akibat eksplorasi mineral yang tidak memperhatikan lingkungan dapat dihijaukan dengan tanaman tanaman penahan angin dan menutup lahan yang gundul. Tujuannya adalah menghindarkan terjadinya erosi karena air maupun erosi angin.
G. Bencana Kekeringan
Musim kemarau yang panjang, yang dapat terjadi sepanjang tahun, atau dalam waktu tak menentu akan mengakibatkan bencana alam kekeringan. Dalam hal demikian ketersediaan air bagi hidup dan kehidupan sulit diperoleh. Di samping itu berbagai tingkah laku manusia yang mengekploitasi air secara berlebihan dapat menyebabkan bencana alam kekeringan menjadi semakin parah. Jadi bencana alam kekeringan ini dapat didefinisikan sebagai ketersediaan air tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup dan kehidupan.
Kekeringan yang disebabkan oleh berkurangnya curah hujan disebut kekeringan meteorologis, sedangkan kekeringan yang disebabkan oleh berkurangnya sumber daya air disebut kekeringan hidrologis.
H. Erosi
Erosi banyak disebabkan oleh aliran air, aliran angin dan cara mengelola lahan yang kurang tepat. Di Indonesia, erosi banyak terjadi di daerah pantai, di pegunungan dan daerah lain yang pada umumnya permukakan tanahnya memiliki kemiringan. Erosi karena air dan angin ada hubungannya dengan kejadian bencana banjir, sehingga erosi merupakan fungsi dari iklim, tanah, topofrafi, vegetasi dan manusia. Erosi kaitannya dengan iklim berkaitan erat dengan perubahan musim. Di Indonesia yang mengeanl musim kemarau dan hujan, akan memberikan peluang perubahan cuaca yang berubah setiap setengah tahunan. Masalah banjir berkait erat dengan musim. Banjir yang terjadi di berbagai daerah umumnya terjadi pada musim penghujan. Curah hujan yang banyak mengakibatkan air tak dapat ditampung dan akan masuk ke sungai. Dengan ulah manusia membuang sampah sembarangan, mengakibatkan saluran tak dapat berfungsi dengan baik sehingga airnya meluap ke berbagai tempat, muncullah banjir. Aliran air ini akan membawa partikel atau lapisan tanah dari hulu ke hilir, dan pada hilir sungai muncullah lapis-lapisan material, tanah yang baru.
Erosi dalam hubungannya dengan tanah, dapat dijelaskan bahwa ikatan tanah di permukaan tidak terlalu kuat untuk bertahan, maka lapisan tanah paling atas mudah dibawa oleh aliran air atau aliran angin. Akibatnya partikel penyusun tanah pada lapisan paling atas merupakan lapisan yang terbawa oleh aliran angin maupun aliran air. Daerah terbuka mengakibatkan ikatan tanah kurang kuat akibatnya bila sewaktu-waktu terjadi aliran angin atau aliran air maka lapisan tersebut terbawa ke hilir. Kejadian ini berlangsung secara berulang sehingga di bagian hilir akan terbentuk lapisan tanah yang selalu tumbuh dari waktu ke waktu.
Kejadian inilah yang menimbulkan gejala vegetasi. Kemiringan tanah bergantung pada kondisi topografi di tempat itu. Dengan partikel di permukaan tanah yang tak terikat dengan kuat, maka begitu ada aliran angin atau aliran air memungkinkan lapisan tersebut mengalami erosi.
Keadaan topografi yang miring memungkinkan mudahnya terjadi erosi. Hal lain yang menyebabkan erosi adalah ulah manusia. Kebiasaan membuang sampah sembarangan, mengekploitasi sumber daya alam yang tak memperdulikan lingkungan akan banyak mengakibatkan terjadinya erosi.
Dalam upaya mengatasi erosi ini antara lain, dilakukan dengan melindungi daerah terbuka dengan menanam tanaman pada setiap jengkal tanah yang kosong. Tujuannya agar tanah dapat diikat kuat oleh tanaman, sehingga sewaktu hujan tidak mengalami erosi yang berlebihan. Upaya yang lain adalah mengurangi kemiringan tanah, agar laju aliran air dapat dihambat. Mengurangi kemiringan dapat dilakukan dengan membuat terasteras dengan tanaman sehingga ikatan tanah menjadi lebih kuat sehingga tak mudah tererosi oleh air maupun angin.
Pendidikan lingkungan bagi warga masyarakat perlu digalakkan. Lewat pendidikan lingkungan yang benar, maka ekosistem menjadi terjamin kelestariannya, sehingga penghuni alam semesta menjadi tenang.
I. Bencana Banjir
Banjir pada umumnya disebabkan oleh keadaan alam, cuaca dan ulah manusia. Pada saat pergantian bulan laut dapat mengalami gejala pasang. Apabila permukaan pantai rendah memungkinkan air laut ke darat. Apabila air pasang dapat dikendalikan maka dapat bermanfaat bagi manusia, namun bila tak dapat dikendalikan akan memunculkan banjir di daratan di musim kemarau. Pemecahan masalah teknis akan melibatkan penataan lingkungan dan penataan mental manusia. Banjir terjadi di musim penghujan. Apabila curah hujan tinggi, dapat mengakibatkan air tak tertampung di saluran irigasi. Di sampng itu banjir juga dapat terjadi akibat munculnya gejala pasang naik air laut yang secara tak langsung dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir di daratan. Pertumbuhan hunian di sepanjang daerah aliran sungai yang tak terkendali juga dapat menjadi penyebab daerah resapan menjadi berkurang. Kebiasan membuang sampah di saluran air dapat menyebabkan daya dukung saluran air berkurang sehingga sewaktu hujan muncul banjir. eklamasi pantai dan rawa-rawa yang terjadi di kota besar akan berakibat hilangnya daerah pantai dan rawa sebagai daerah penampung air. Akibatnya aliran air menjadi tak terkendali sehingga muncul banjir. Demikianlah banjir juga menjadi penyumbang terbesar bagi gejala erosi, sehingga perlu penanganan yang sebaik baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar